Sejarah
Berdirinya Ahmadiyah
Sejarah berdirinya
Ahmadiyah, tidak terlepas dari sejarah Mirza Gulam Ahmad sebagai
pendiri Ahmadiyah. Ia lahir di Qadian tahun 1835, ayahnya bernama
Mina Ghulam Murtada. Menurut riwayat, nenek moyangnya berasal dari
Samarkand yang pindah ke India pada tahun 1530 sewaktu pemerintahan
dinasti Mughal, mereka tinggal di Gundaspur, Punjab-India. Di situ
mereka membangun kota Qadian. Menurut suatu keterangan, famili
ayahnya masih keturunan Haji Barlas dari dinasti Mughal, dan oleh
karenanya didepan nama keturunan keluarga ini terdapat sebutan Mirza.
Keluarga Mirza,
pernah menjadi pembantu setia pemerintah kolonial Inggris di India.
Jauh sebelum itu, keluarga tersebut sudah menjalin kerja sama yang
erat dengan pimpinan kaum Sikh, Ranjat Singh.5 Dengan demikian, tidak
pelak lagi jika aliran Ahmadiyah bersikap kooperatif dengan
pemerintah Inggris. Tentunya sikap kooperatif tersebut, berbeda
dengan sikap kooperatif yang dijalankan oleh Sayyid Ahmad Khan,
sekalipun keduanya sama-sama mendapat reaksi keras dari ummat Muslim
India. Apabila Ahmad Khan menginginkan agar ummat Muslim bisa
memperoleh kemajuan dan kesuksesan sebagaimana yang dicapai oleh
bangsa Eropa, dengan mendirikan Universitas Aligarh, maka Mirza
Ghulam Ahmad dengan Ahmadiyahnya ingin mendapat perlindungan secara
politis, sehingga ia bebas menyebarkan ide kemahdiannya dan dapat
mempertahankan aliran yang didirikannya.
Disamping itu,
pendiri Ahmadiyah juga ingin melestarikan tradisi keluarganya yang
telah lama menjalin hubungan mereka dengan pemerintah Inggris,
sebagaimana pernyataan Mirza Ghulam Ahmad sendiri:
“Sungguh
sejak masa mudaku sampai hari ini, aku dalam usia 60 tahun, aku
menjadi orang yang gigih berjuang dengan lisan dan penaku supaya aku
dapat memalingkan keikhlasan hati kaum Muslimin kepada pemerintah
Inggris karena kebaikannya, dan bersikap lunak kepadanya. Dan aku
mengajak mereka, agar mereka menghilangkan pikiran untuk berjihad
(terhadap Inggris), dimana pikiran seperti itu masih diikuti oleh
sebagian mereka yang bodoh-bodoh, dan pikiran semacam itulah yang
mencegah mereka tidak mau patuh kepada pemerintah Inggris.”
Demikian pula halnya
dengan pernyataan Basyiruddin Mahmud putera Mirza Ghulam Ahmad, yang
sewaktu Putera Mahkota Kerajaan Inggris berkunjung ke India,
menyatakan:
“Kami
atas nama seluruh warga Ahmadiyah mengucapkan Selamat datang atas
kunjungan Tuan ke India, dan kami tegaskan kepada Tuan bahwa warga
Ahmadiyah adalah setia kepada pemerintah Inggris. Dan insya’allah
kesetiaan warga Ahmadiyah ini akan tetap untuk selama-lamanya
Gerakan Ahmadiyah
Indonesia (GAI)
Faham Ahmadiyah
Anjuman Isya’ati Islam atau Ahmadiyah Lahore masuk ke Indonesia
pada tahun 1924 dengan perantaraan dua mubaligh, Mirza Wali Ahmad
Baig dalam Maulana Ahmad. Berkat rahmat Allah, pada tanggal 10
Desember 1928 Gerakan Ahmadiyah Indonesia (sentrum Lahore) didirikan
oleh Bapak R.Ng.H. Minhajurrahman Djajasugita dkk, yang mendapat
Badan Hukum Nomor I x tanggal 30 April 1930.
GAI adalah Gerakan
yang mandiri tak ada hubungan organisatoris dengan organisasi manapun
di dunia ini, termasuk dengan Ahmadiyah Anjuman Isya’ati Islam
(Ahmadiyah Gerakan Penyiaran Islam) Lahore. Hubungannya hanyalah
secara spiritual saja.
Dengan berlakunya
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan,
yang mewajibkan organisasi kemasyarakatan berasaskan Pancasila, maka
GAI juga berasaskan Pancasila. Anggaran Dasar GAI telah diumumkan
dalam Berita Negara Republik Indonesia Tanggal 28 November 1986 Nomor
95 Lampiran Nomor 35. Dan pula telah termasuk dalam Daftar Organisasi
Kemasyarakatan Lingkup Nasional yang terdaftar di Depdagri (lihat:
SUARA KARYA Tanggal 9 Agustus 1994), Hal. VIII, pada : D. AGAMA, 10).
Dalam melaksanakan
aktivitas dakwahnya, GAI telah menerbitkan seratusan judul buku-buku
agama dalam bahasa Belanda, Jawa dan Indonesia serta lembaga
pendidikan formal bernama Yayasan Perguruan Islam Republik Indonesia
(PIRI) di Yogyakarta dan di berbagai daerah, yang menyelenggarakan
pendidikan (sekolah) mulai tingkat Taman Kanak-Kanak sampai Perguruan
Tinggi.
0 comments:
Post a Comment