MAKALAH
PKN
PEMBAHASAN
PERS DI INDONESIA
Disusun
Oleh :
XII
IPA 1
- M. Aji Hartanto
- Nur Aziz
- A. Husni Akbar
- A'dzom nur Maulana
- Akhmad Marzuki
- Unggul Khoerul Umam
- Yusufi Maulana
- M. Husen Luthfi
MADRASAH
ALIYAH NEGERI (MAN)
BABAKAN-LEBAKSIU-TEGAL
TAHUN
PELAJARAN 2012-2013
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur semoga selalu tetap tercurahkan kepada
ALLAH SWT karena atas limpahan rakhmad serta hidayah-nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas Mata Pelajaran
PKN untuk membuat sebuah makalah tentang
PERS dengan mudah dan lancar. Laporan Tugas Mata Pelajaran PKN ini
kami susun untuk memenuhi tugas semester Ganjil. Pada kesempatan ini
kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
- Etik Mundiroh S.Pd selaku guru pembimbing mata pelajaran PKN.
- Orang tua kami yang memberikan dukungan baik secara materi maupun nonmateri.
- Teman-teman yang membantu pelaksanaan kegiatan.
- Serta semua pihak yang turut membantu melancarkan dalam pelaksanaan tugas kami ini
Apabila
dalam penyusunan tugas ini terdapat kesalahan kata-kata kami mohon
maaf karena sebagai makhluk tuhan yang tak sempurna pasti memiliki
kekurangan.Kami juga mengharapkan semoga tugas yang kami susun
sedemikian rupa dapat memberi manfaat yang berguna bagi para pembaca.
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang Masalah
Ketika
reformasi tahun 1998 digulirkan di Indonesia, pers nasional
bangkitdari keterpurukannya dan kran kebebasan
pers dibuka lagi yang ditandai dengan berlakunya
UU No.40 Tahun 1999. berbagai kendala yang membuat pers
nasional"terpasung", dilepaskan. SIUUP (surat izin usaha
penerbitan pers) yang berlaku diera Orde baru tidak diperlukan lagi,
siapa pun dan kapan pun dapat menerbitkan penerbitan pers tanpa
persyaratan yang rumit.Dan euforia reformasi pun
hampir masuk, baik birokrasi pemerintahanmaupun masyarakat mengedepankan nuansa demokratisasi. Namun, denganmaksud menjungjung asa demokrasi, sering terjadi "ide-ide" yang permunculannya
acap kali melahirkan dampak yang merusak norma-norma danetika. Bahkan
cenderung mengabaikan kaidah profesionalisme, termasuk bidang profesi
kewartawanan dan pers pada umumnya.
Malah kalangan instansi pemerintahan swasta dan masyarakat ada yang berpandangan sinis terhadap
aktivitas jurnalistik yang dicap tidak lagi
menghormati hak-hak narasumber. Penampilan pers nasional/daerah pun
banyak menuai kritik dan dituding oleh masyarakat. Sementara
disisi alin banyak contohkasus dan kejadian yang menimpa media massa,
dan maraknya initmidasi setakekerasan terhadap wartawanPada tahun
2003-2004, perkara yang menarik perhatian public yaitu menimpadua
mass media nasional Harian "Kompas" dan grup MBM
"Tempo" digugat grupPT Texmaco ke PN Jakarta Selatan. Kedua
perkara tersebut kemudian dicabutketika proses perkaranya sedang
berjalan dipersidangan. Dalam kasus "RakyatMerdeka", majelis
hakim memutuskan bahwa pemred Rakyat merdeka dihukumkarena
terbukti turut membantu penyebaran..Peningkatan kuantitas penerbitan
pers yang tajam (booming), tidak disertaidengan pernyataan kualitas
jurnalismenya. Sehingga banyak tudingan "miring" yang
dialamatkan pada pers nasional.
Ada juga media massa yang dituduhmelakukan sensionalisme bahasa melalui pembuatan judul (headlines) yang bombasis,
menampilkan "vulgarisasi: dan erotisasi informasi seks. Tetapi
tentusaja kita tidak dapat melakukan generalisasi, harus diakui,
bahwa masih banyak media massa yang mencoba tampil dengan elegan
dan beretika, dari pada yang menyajikan informasi sampah
dan berselera rendah (bad taste).Apakah
benar pers nasional saat ini telah kebablasan?
BAB
II
PERS
DI INDONESIA
A.Pengertian
Pers
Apa bedanya jurnalistik dengan pers? Dalam pandangan orang awam, jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain.Sesungguhnya
tidak, jurnalistik menujuk pada proses kegiatan,
sedangkanpers berhubungan dengan media. Dengan demikian jurnalistik pers berarti proseskegaitan mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah, memuat danmenyebarkan
berita melalui media berkala pers yakni sura kabar, tabloid
ataumajalah kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.
B.Sejarah
perkembangan pers.
Pada
zaman pemerintahan Cayus Julius (100-44 SM) di negara
Romawi,dipancangkan beberapa papan tulis putih di lapangan terbuka di
tempat rakyat berkumpul. Papan tulis yang disebut Forum Romanum
itu berisi pengumuman- pengumuman resmi. Menurut isinya, papan
pengumuman ini dapat dibedakan atasdua macam. Pertama Acta
Senatus yang memuat laporan-laporan singkat
tentangsidang-sidang senat dan
keputusan-keputusannya. Kedua, Acta Diurna Populi
Romawi yang memuat keputusan-keputusan dari rapat-rapat rakyat dan
berita- berita lainnya. Acta Diurna ini merupakan alat
propaganda pemerintah Romawiyang memuat berita-berita mengenai
peristiwa-peristiwa yang perlu diketahui olehrakyat.
C.
Sejarah perkembangan pers dunia (Eropa)
Sejarah
perkembangan pers di dunia khusunya di eropa tak pernah jauh
merupakan
cerminan dari pada zaman Romawi dan ditandai dengan lahir wartawan-wartawan pertama. Wartawan-wartwan ini terdri atas budaj-budak belian
yang leh pemiliknya diberi tugas mengumpulkan informasi,
berita-berita, bahkan juga menghadiri sidang-sidang senat dan
melaporkan semua hasilnya baik secara lisan maupun tulisan.Surat
kabar cetakan pertama baru terbit pada tahun 911 di Cina. NamanyaKing
Pau, Surat kabar milik pemerintah yang diterbitkan dengan suatu
peraturankhusus dari Kaisar Quang Soo ini, isinya adalah
keputusan-keputusan rapat-rapat permusyawaratan dan
berita-berita dari istana.
BAB
III
FUNGSI
UTAMA DAN UNSUR-UNSUR PERS
A.Fungsi Utama Pers.
Pada
dasarnya, fungsi pers dapat dirumuskan menjadi 5 bagian yaitu
6:1.Pers sebagai Informasi (to inform) Fungsi pertama dari lima
fungsi utama pers ialah menyapaikan
informasisecepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasiyang disampaikan harus memenuhi kriteri dasar: actual, akurat, factual,menarik
atau penting, benar, lengkap, utuh, jelas-jernih, jujur adil,
berimbang,relevan . bermanpaat dan etis.2.Pers sebagai Edukasi (to
educate).Apa pun infromasi yang disebarluaskam pers hendaklah dalam
kerangka mendidik (to educate). Sebagai
lembaga
ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersil untuk memperoleh keuntungan financial . namunorientasi
dan misi komersil itu, sama sekali tidak boleh mengurangi,
apalgimeniadakan fungsi dan tanggung
jawab social, Seperti ditegaskan Wilbur Schramm
dalam men, messages, dan media (1973), bagi masyarakat, persadalah
weatcher, teacher dan forum (pengamat, guru dan forum).3.Pers sebagai
koreksi ( to influence).Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah
legislative, eksekutif, danyudikatif dalam kerangka ini, kehadiran
pers dimaksudkan untuk mengawasiatau mengontrol kekuasaan legislatif,
eksekutif dan yudikatif agar kekuasaanmereka tidak menjadi korup dan
absolut.4.Pers sebagai rekreasi (to intertain). Fungsi keempat
pers adalah meghibur, pes harus mampu
memeankandirinya sebagai wahan rekreasi yang mnyennagkan seklaigus yangmenyehatkan
bagi smeua lapisan masyarakat. Artinya apa pun pesan rekreatif yang
disajikan mulai dari cerita pendek sampai kepada teka-teki silang
dananekdot, tidak boleh bersifat negatif apalagi destruktif.5.Pers
sebagai mediasi (to mediate)Mediasi artinya penghubung
atau sebgai fasilatator atau mediator. Pers harusmampu
menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwayang
satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan eristiwa
yanglain, atau orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang
sama. Dalam buku karya McLuhan, Understanding Media (19966)
menyatakan pers adalah perpanjang dan perluasan manusia (the
extented of man)
Unsur-Unsur
Pers
B.1
Landasan Pers
Menurut Keputusan
Dewan Pers No.79/XIV/1974 tertanggal 1 Desember 1974
yang ditandatangani Menpen Mashuri, SH, pers nasional berpijak
kepadaenam landasan. Pada zamn Orde Baru, enam landasan tersebut
dijadikan semacam“rukun iman” bagi para pengusaha pers dan
kalangan praktisi jurnalisitk agar tidak tersandung dan bebas
dari ancaman perbredelan yang setiap saat mengahantui
mereka oleh “hantu” pemerintah.Secara yuridis, ketika itu UU
Pokok Pers No.21 1982 (sekarang UU pokok pers No. 40/1999
( memang dikenal dengan tegas menyatakan
terhadap persnasional tidak dikenai pembredelan. Namun
secara politis, pemerintah sering tak menggubrisnya .
pemrintah melalui Depatemen Penerangan bisa kapan sajmembrangus
pers yang dianggapnya “tidak sejalan dengan kebijakan
pimpinannasional”. Deppen pada waktu itu adalah depertemen yang
paling ditakuti olehsiapa pun yang berkecimplung dalam
penerbitan pers nasional.Dalam SK Dewan Pers 79/1974 ditegaskan,
pers nasional berpijak kepadaenam landasan, yakni
(1) landasan idiil adalah pancasila,
(2) landasan konstitusional adalah UUD 1945, (3) landasan
strategis operasional adalah garis-garis besar haluan negara (GBHN),
(4) landasan yuridis formal adalah tata nilaidan norma budaya agama
yang beraku pada masyarakat bangsa indonesia, dan (6)landasan etis
opersioanl adalah kodi etik persatuan wartawan indoensia (PWI) Namun
yang menjadi permasalahan apakah SK Dewan Pers 79/1974
yangdikeluarkan pada era pemerintahan otokratis itu masih relevan
untuk dijadikan rujukan bagi pers saat ini
yang telah bernjak pada era demokratis?.
Kami berpendapat
bahwa sebagian kecil landasan tersebut sudah tidak relevan.Sedangkan
untuk sebgain bear dampai kini masih tetap sangat relevan
setelahdisesuaikan dengan perkembangan serta ketentuan yang
berlaku.Untuk yang tidak relevan, misalnya tentang landasan strategis
opersional,dalam era reformsai MPR tidak lagi menetapkan GBHN. Begitu
juga denganlandasan etis, keharusan untuk menginduk hanya kepada satu
organisasi profesisudah sangt kadalruwarsa sebab kini wartawan
boleh bergabung dengan salah satuorganisasi profesi pers mana
saja yang diinginkannya.Lantas apakah landasan pers nasional
jadi menyusut dari enam menjadi limaatau empat landasan,
misalnya? Kami berpendapat,
jumlah tidak mengalami perubahan tetap enam
landasan. Hanya isinya dan urutuannya saja yang diubahserta
disesuaikan. Bagaimanapun pers nasional perlu tetap
memiliki landasanuntuk menghindari
ironi, tirnai, dan bahkan hegemoni kekuasaan dalamtumbuhnya
sendiri.
B.1.1.
Landasan Idiil.
Yakni
landasan idiil pers, tetap pancasila. Artinya, selam ideologi
negaratidak diganti, suka atau tidak suka, pers nasional harus tetap
merujuk kepada pancasila sebagai iedeologi nasional, dasar
negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata nilai, dan sumber
segala sumber hukum.Di negara manapun, pers sangat dipengaruhi dan
sangat bergantung padaideologi serta sistem
politik yang dianut negar
bersangkutan. Dalam negaramonarki, lahir dan berkembang
pers monarki. Dalam negara liberal, lahir
dan berkembang pers liberal kapitalistik. Lalu dalam negara majemuk seperti diindonesia,
apakah etis mengambangkan pers liberal kapitalisitk yang berorientasi
komersial semata dan hanya
mengabdi kepada pemilik modal?
B.1.2.
Landasan Konstitusional.
Landasan
konstitusional, berarti menujuk kepada UUD 1945 setelah empatkali
dilakukan amandemen dan ketetapan-ketetapan MPR yang mengatur
tentangkebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan
pikiran, pendapat baik lisan ataupun tulisan.UUD bukanlah kitab
suci yang tak boleh diganti atau direvisi. UUD tidak perlu
disakralkan. Dangat berbahaya apabila UUD hanya dijadikan alat
ritual. UUD harus dijadikan senanriasa aktual.
Pers nasional harus memiliki pijakan
konstitusional agar tak kehilangan kendali serta jati diri dalm kompetisi eraglobal.
B.1.3.
Landasan Yuridis Formal.
Landasan yuridis formal, mengacu kepada UU Pokok Pers No.40/1999unutk
pers, dan UU Po0kok Penyiaran No.32/2002 untuk media radio siaran
danmedia telivisi siaran. Sekedar actaatn, dalam UU Pokok Pers
No.40/1999, persdalam arti media cetak berkala dan pers dalam arti
media radio siaran berkala danmedia televsisi siaran berkala,
diartikan sekaligus diperlakukan sama sehinggamenjadi rancu serta
difungsional.
B.1.4.
Landasan strategis Operasional
Landasan
strategis operasional, mengacu kepada kebijakan redasional media pers
masing-masing secara internal yang berdampak kepada kepentingan
sosialdan nasioanl. Setiap penerbitan pers harus memilki garis haluan
manajerial danredaksional. Garis haluan manajerial
berkaitan erat dengan filosofis, visi, orientasi,kebijakan
dan kepentingan komersial. Garis haluan redaksional mangatur
tentangkebijakan pemberitaan atau sesustu yang menyangkut materi isi
serta kemasan penerbiutan media pers.
B.1.5.
Landasan sosiologis Kultural
Landasan
sosiologis kutural berpijak pada tata nilai dan norma sosial
budayaagama
yang berlaju pada dan seklaigus dijunu8nmg tinggi oleh masyarakat bangsa
indonesia. Pers indonesia adalah pers naisonal yang sarat dimuati
nilaiserta tanggung jawab. Pers kita bukanlah pers liberal. Dalam
segala sikap dan perilakunya, pers nasional dipengaruhi dan
dipagari nilai-nilai kultural.
B.1.6.
Landasan Etis Propesional.
Landasan etis propesional menginduk kepada kode etik profesi. Setiaporganisasi
pers harus memiliki kode etik. Secara teknis, beberapa organisasi
pers bisa saja sepakat untuk hanya menginduk keada satu kode
etik. Tetapi secarafilosofis, setiap organisasi pers
harus menyatakan terkait dan tunduk kepadaketentuan
kode etik. Ini berarti tiap organisasi pers boleh memiliki kode
etik sendiri, boleh juga menyepakati kode etik bersama.
B.2.
Pilar penyangga pers
Pers
itu ibarat sebuah bangunan, pers hanya akan bisa berdiri kokoh
apabila bertumpu pada tiga pilar penyangga utama yang satu sama
lian berfungsi salingmenopang, tritunggal/ ketiga pilar itu ialah:
1.Idealisme
2.Pada pasal 6 UU Pokok pers No.40/1999, pers nasional
melaksanakan peranann sebagai berikut:
1)
Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2)Menegaskan
nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak asasi manusia
sertamenghormati kebhinekaan.
3)
Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat
akurat,dan benar.
4)
Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap halhal
yang berkaitan dengan kepentingan umum.
5)
Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.Profesionalime
berarti isme atau paham yang menilai
tinggi keahlian profesional khususnya, atau kemampuan
pribadi pada umumnya, sebagai alatutama untuk mencapai
keberhasilan.Seseorang bisa disebut profesional apabila dia memenuhi
enam ciri berikut:
- Memiliki keahlian tertentu yang diperoleh melalui penempaan pengalaman, pelatihan, atau pendidikan khsusus dibidangnya.
- Mendapat gaji, honorium atau imbalan materi yang sesuai dengankeahlian, tingkat pendidikan, atau pengalaman yang diperolehnya.
- Seluruh sikap, perilaku dan aktivitas pekerjaannya dipagari dengan dandipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral dan etika terhadap kodeetik profesi.
- Secara sukarela bersedia untuk bergabung dalam salah satu organisasi profesi yang sesuai dengan keahliannya.
- Memiliki kecinaan dan dedikasi luar baiasa terhadap bidang pekerjaan profesi yang dipilih dan ditekuninya.
- Tidak semua orang mampu melaksankan pekerjaan profesi tersebut karenauntuk bisa menyelaminya mensyaratkan penguasaan keterampilan ataukeahlian tertentu
BAB
IV
PERS
DAN POLITIK
A.
Hubungan Pers dan Politik Tinjauan History.
Pada
era reformasi saat ini, ada fenomena yang menarik kaitannya politik
dan pers. Banyak wartawan ikut serta terjun ke dunia politik.
Para wartawan kini bukan hanya memberitakan pendidikan politik
“dua+dua=empat”. Mereka jugaingin menjadi balon (bakal calon)
yang ingin memimpin dan menjadi pemimpin.
B. Hubungan Pers
dan Politik Kini.
Maka itu, jika wartawan kini berpolitik
terang-terangan memang punyas ejarahnya. Jika
mereka menjadi corong rakyat bukanlah hal yang tidak mugkin.Jika
mereka mematut-matut diri di rapat partai politik, tidak perlu heran
bahkan, jika mereka nanti ikut bergoyang
dombret, dipanggung kampanye, janaanditertawakan.
Pun untuk yang menjadi peserta who want to be president?
Kenapatidak?Duduk perkaranya tinggal di soal, bisakah ia melaksanakan tugaskewartawanan
dengan baik? Bukankah wartawan punya tugas yang cukup berat?“wartawan
harus berpegang teguh pada kebenaran dan setia kepada rakyat”
tegasBill Kovach dan Tom Rosendstiel (2001). Wartawan bekerja demi
kemaslahatan publik. Ia tidak boleh gampang was-was
dan berpihak pada urusan selain
berita.Kerja memverifikasi beritanya, selain harus transparan dan sistematis, mestiindependen.
Tidak selingkuh dengan partai poitik atau penguasa atau
pengusaha.Sebab bisakah mengharapkan wartawan
meliput secara benar orang yangmemiliki hubungan
personal, intim dan loyalitas dengannya?Harus ada jarak personal
agar wartawan. Bisa meliput dan menilai beritadengan mandiri,. Dari
sanalah, antara lain kebenaran, sebagai penyampai kisahyang punya
kredibilitas.Pengakuan tersebut diperoleh tidak take of garanted.
Tetapi secara berulang-ulang, terus-menerus, diupayakan melalui
pelbagai kode dan konvensi
kebenaranyang layak dipercaya khalayak. Kredibilitas. (McNair, The Sociology of Journalism.1998).
C. Pers negatif dan
positif.
Tatkala
angin reformasi berhembus dengan kencang, koridor demokrasi
pun perlahan tetapi
pasti mulai terkuak. Ruang publik yang sebelumnya penuhdedngan
jaring laba-laba kekuasaan yang setiap saat bisa membelenggu
kebebasan pers Indonesai. Suara-suara alternatif
yang sekian lama mengendap dibalik bilik kebisuan
publik tiba-tiba menyeruak, seperti burung yang lepas dari
sangkarnya,terbang kesana kemari.Kalau kita coba lukiskan
perkembangan pers Indonesia akhir-akhir ini, palingtidak ada beberapa
hal penting yang menujukan perubahan wajah pers
pasca-Soeharto.Pertama, deregulasi media yang dilakukan rezim
pasca-Soeharto sepertiditandai dengan dipermudahnya memperoleh izin
dan dicabutnya sistem SIUPP telah menyebabkan maraknya penerbitan
pers. Sayangnya peningkatan kuantitasmedia, belum dengan sendirinya
disertai oleh perbaikan kualitas jurnalismenya.Sementara media yng
cenderung partisan terus melakukan “sensasionalisme bahasa”
seperti tampak lewat pemilihn judul
(headline) yang bombantis atau desain
cover yang norak, majalah dan tabloid
hiburan justru melakuakn “vulgariasasi”
dan “erotisasi” informasi seks. Kalau bisa diebut sebagai persnegatif,
seperti itulah kriterianya.Kedua, maraknya apa yang disebut sebagai
“media baru” (new media)dikalangan masyarakat kita
akhir-akhir ini. Untuk menyebut di antaranya adalah
internet dan teknologi multimedia
yang semakin canggih. Akses internetmembawa
budaya baru dalam pemanfaatan waktu luang (leisure time).
DenganInternet, batas-batas ruang dan waktu telah musnah. Dan banyak
lagi nilai manfaatdan nilai positif yang bisa diambil dan digunakan
oleh pengguna media, demiefisiensi dan efektif kegiatan sehari-hari,
tak berlebih jika kategori pers sepertiadalah pers positif.Ketiga,
menguatnya fenomena aoa yag dikenal sebagai tesisi
“imprealismemedia. Fenomena ini disebablan globaliasi media
transnasional dan invasi produk hiburan impor yang menguasasi
pasar media dalam negeri.
D. Pers Kepentingan.
Benarkah
media massa bebas kepentingan? Jawabanya :tidak! Medi massaselalu
terikat dan tumpang tindih dan sarat dengan pesan sponsor pemilik
media,agenda terselebung dewan redaktur atau pun pelampiasan
idealisme si waratwan. Ecenderungan pemberitaan media mssa
akhir-akhir ini memperlihatkan bahwasadar atau tidak,
ia mampu membakar pertentangan antar suku, agama dan ras
BAB
V
POTRET
PERS DI INDONESIA
Permasalahan
dalam kebebasan pers.
Kebebasan
pers yang muncul pada masa era reformasi ini ternyata
membawa permasalahan baru. Peningkatan kuantitas penerbitan pers
yang tajam (booming),tidak disertai
dengan pernyataan kualitas jurnalismenya. Sehingga banyak tudingan
"miring" yang dialamatkan pada pers nasional. Seperti
kecurigaan pada praktek "jurnalisme preman",
"jurnalisme pelintiran",
jurnalisme omongan", dantudingan-tudingan negative
lainnya.Ada juga media massa yang dituduh melakukan sensionalisme
bahasa melalui pembuatan judul
(headlines) yang bombasis,
menampilkan "vulgarisasi: danerotisasi informasi
seks. Tetapi tentu saja kita tidak dapat melakukan generalisasi,harus
diakui, bahwa masih banyak media massa yang mencoba tampil
denganelegan dan beretika, daripada yang menyajikan informasi sampah
dan berselerarendah (bad taste).Kemungkinan lain penyebab pers terus
disorot, bahkan ada yang menyebut pers “kebablasan” adalah
karena kurang profesionalnya jajaran aratwannya,kekurangan
yang paling uatam adalah soal kemampuan memahami
permasalahanyang akan diberitakan
dan teknis ketermapilan menuliskannya.
Untuk itu,wartawan di era reformasi perlu menguasai pengetahuan umum, skill, dankepandaan
menulis serta berapresiasi dalam kebebasan yang komperhensif
dan partisipatif. Memang aer reforamsi
melahirkan dilema, masyarakat belum mamahami betul
apa itu kebebasan pers serta apa yang akan dirasakan dari kebabasan
itusendiri. Masyarakat belum sadar sebenarnya kebebasan tersebut
bukanlah untuk kepentingan kalangan pers sendiri, sebab secara
tidak langsung ataupun langsung pers nasional merupakan bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan bangsa dan
negara.B.
Masyarakat
yang jenuh media.
Para
ahli menyebut budaya dan masyarakat muktahir sebagi masyaakat
yangenuh engan medi
(medai saturrated society). Masyarakat muktahir adalahmasyaraat yang dilimpahi dengan informasi berupa gambar, teks, bunyi, dan pesan-pesan visual, masyarakat yang dibanjiri informasi dan pesan-pesankomersial.Mayarakat
yang jenuh media ternyata juga telah menyebabkan narkotisasimedia
bagi masyarakat. “narkotiasasi” (narcotization) adalah sebuah
istilah yangdigunakan untuk
menggambarkan efek negatif atau efek menyimpang(dysfunction) dari medai massa. Istilah ini sebenarnya berasal dari PaulF.Lazarsfeld
dan Robert K Merton. Dalam eseinya, “Mass Comuniation,
Popular Tate and Organized Social Action” (1984), mereka menggunakan istilah“narkotizing
Dysfunction” untuk menyebeut konsekuensi sosial dari media
massayang sering diabaikan. Media massa mereka pandang sebagai
peneyabab apatisme politik dan keleusan massa.
BAB
VI
KEBABASAN
PERS ATAU KEBABLASAN PERS.
A.
Menilik wajah pers kita: antar kebebasan dan kebablasan.
Apa
yang pantas kita perbincangkan wajah pers nasional saat ini? Ada
yangmengatakan, pers kita tengah memasuki sebuah era baru, era penuh
kebebasan. Inisejalan dengan perubahan pada konstalasi politik dan
konstitusi nasional, yangmemungkinkan para insan pers tidak lagi
harus merasa jeli oleh kemungkinankena brendel atau Surat Izin Usaha
Penerbitan Pers (SIUPP)-nya dicabut.
Eurofiakebebasan ini mewabah di mana-mana. Usaha penerbitan bermunculan bak cendawan
di musim hujan.Namun, pada saat bersamaan muncul juga pendapat bahwa
kebebasan perskita sudah kelewatan, alias kebablasan. Dalam hal ini
pers dianggap sudah keluar dari batas kepatutan atas peran yang
dimainkannya. Di san-sini muncul
suarakeluhan dan nada ketir masyarakat,
yang pada intinya bermuara
padakeprihatianan
terhadap pemberitaan media massa yang sebagian diantaranyaterkesan
tidak lagi mempertimbangkan dampaknya pada khslayak dan tiadanyaunsur
prioritas pemberitaan.Berbicara tentang pers, tentulah kita harus
memasukan semua jenis
mediamassa, mulai dari cetak, elektronik, hingga cyber media. Tak bisa dibantah,keprihatinan publik ada benarnya.
sejumlah fakta sudah demikian terbuka untuk bisa
dijadikan alasan. Di ketiga jenis media massa tersebut, kita bisa
menyaksikan sejumlah distorsi dan
penyelewengan-penyelewengan fungsi pers,
mulai dari pemberitaan yang tidak akurat, kurang memerhatikan unsur cover both side,diabaikannya
kaidah-kaidah kode etik jurnalistik (KEJ), hingga seringnya
terjadi praktik pemeasan dan intimidasi oleh insan pers.Yang tak
kalah menyeramkan adalah tayangan televisi dan internet, yang bukan
saja dianggap mengeksploitasi pornografi dan kekerasan sehingga
dianggapmeresahkan masyarakat, tetapi juga sudah mengganggu dan merampaskenyamanan
publik yang menjadi objek pembereritaan itu sendiri.ada
baiknyacoba kita hitung, adakah kerugian
psikologis yang dialami seseorang yanghsengaja
“dijebak” menajdi objek dalam sebuiah acara yang seolah-olah
dirinyadikejar-kejar hantu atau menjadi seorang tersangka dalam
sebuah tindak kriminal.Bisa juga disodorkan kasus adegan syur Yahya
Zaini dan Maria Eva. Apakah ini pertanda bahwa wajah pers kita
demikian buruknya?Kita memang harus berani mengatakan bahwa dalam
dinamikanya, pers kitamasih dalam proses pendewasaan. Dukup wajar
jika di sana-sini masih
jumpaisejumlah kelemahan, distorsi atau malah penyewengan. Meski demikian,memvonis
pers sebagai satu-satunya pihak yang bersalah juga rasanya tak
adil.Jika wajah pers demikian buruk, bukankah itu menjadi gambaran
masyarakat kitasendiri? Barangkali,
ada perlunya kita cermati pernytaan
Prof, Stephen Hill,Direktur UNESCO Indonesia. Menurutnya, media hanyalah alat legitimasi perilaku
dan tindakan bukan alat yang menciptakan keduanya.Karena itulah,
barangkali yang harus diuapayakan agar wajah pers tidak
seburuk sekarang, adalah bagaimana menciptakan
sebuah titik temu atau keseimbangan antara kebebasan
yang dimiliki media massa dan garis batas yang boleh dilaluinya.
Keseimbangan itu harus dibuat dengan tanggung
jawab, bukandengan pengekangan. Tanggung jawab media dalam
membangun budaya harusdiletakkan pada penegmbangan kemampuan pekerja
di media massa itu sendiri.Dan itu hanya mungkin bisa dilakukan jika
memang perangkat hukum yang ada
dinegeri ini mamapu mengakomodasikan peran dan fungsi pers tanpa haruskehilangan
wibawanya. Bagaimaan pun, pers bisa memainkan dua sisi yang berbeda.
Pers bisamenjadi faktor kunci yang memberikan
pencerahan dan mencerdaskan bagi publik. Menumbuhkan rasa optimisme,
dan bahkan menguatkan budaya bangsa. Namun pada
sisi lain, pers juuga bisa melumpuhkan, menjadi alat perusak
taatnankehidupan, bahkan disintegrsaikan bangsa. Untuk itulah, seklai lagi, sangatdibutuhkan,
satu titik temu dan kesamaan pandang mengani sosok pers nasional.
B. Ancaman Kebebasan Pers.
Ancaman
terberat bagi kemerdekaan pers d Indonesia saat ini justru
darikelompok massa. Walaupun ada ancaman dari pemerintah, polisi,
maupun tentara,namun ancaman tersebut dari lembaga-lembaga tersebut
atau perorangn dalamlembaga itu bisa
lebih terkontrol, karena mereka punya
pemimpin, yang bisadimintai pertanggungjawaban, dan
lembaga-lembaga itu mempunyai aturan bakuyang dapat dijadikan
rujukan.Ancaman lain terhadap kemerdekaan pers adalah tidak kalah
pentingnyaadalah dari peraturan perundangan lainnya, khususnya KUH
pidana dan
KUH perdata.peristiwa yng menimpa Tempo, Koran Tempo, Rakyat Merdeka, dankoran lainnya menjadi pelajaran yang berharga bagi masyarakat pers dan penyiaran. Banyak orang bahkan para penegak hukum yang ebih memilih peraturan perundangan di luar UU no.40/1999 tentang Pers, dari padamenggunanakn
uu Pers itu sendiri, dalam menyelesaikan masalah pemberitaan.
BAB
VII
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kebebasan
pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang
sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah
misalnya, telahmenanggapinya dengan bahasanya yana khas; kebebasana
pers di ndoesia telah kebablasan! Sementara
dari pihak asyarakat, muncul
pula reaksi yang lebihkonkert bersifat
fisik.Barangakali, kebebasana pers di Indonesia telah mengahsilkan
berbagai ekses.Dan hal itu makin menggejala tampaknya arena iklim
ebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi dengan
kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan
persakan memunculkan kebabasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensiyan
wajar. Yang kemudan harus diantisipasi adalah bagaimana agar
kebablasantersbeut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.
B.
Saran.
Peningkatan
Kualitas Pers.Bersamaan dengan peningkatan perlindungan
terhadap kemerdekaan pers ,lembaga pers harus
selalu menyempurnakan kinerjannya sehingga mampu
menyampaikan informasi yang akurat, tepat, cepat, dan murah kepada
seluruhmasyarakat.Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan
diri dalam menyampaikan informasi,
dengan selalu melakukan penelitian ulang
sebelum menyiarkannya, melakukan peliputan berimbang
terutama untuk berita-berita konflik
agar masyarakat memperoleh informasi
lebih lengkap untuk turut menilai masalahyang
sedang terjadi.Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang
dilakukan hari demihari untuk kepentingan masyarakat.Pendidikan
melek media mengembalikan titik berat
upaya pembedayaansepenuhnya ada di diri si khalayak media
(pembaca, pendenganr dan pemiras).Orang-orang yang melek media (Media
Literari People) jelas akan saenantiasa jelidan kritis terhadap
media.Program Media Literacy dimaksudkan mendidik kahlayak suapaya
senantiasa bersiakp kritisa terhadap infrmasi apapun
yang ai teriam dari media. MediaLitercy juga
menanankan pentingnya kebiasaan untuk bersikap selektif
atassetiapmata acara yang akan ditonton atau setiap berita yang akan
dibaca. Sebab oarang-rang yang krang terdidik
dalam memahami medialah
yang lebih rentan bagi bentuk bentuk manipulasi
yang halus.Paling tidak ada lima unsur yang fundamental dalam
pendidikan medialiteracy. Yakni, kesadaran terhadap dampak media;
pamahaman terhadap proseskomunikasi massa; strategis untuk
menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesanmedia; pemahaman terhadap
isi media sebagai tekad yang menyajikan pandangan bagi kehidupan
dan budaya kita; dan kesanggupan untuk menikmati, memahamidan
mengapresiasi isi media.
DAFTAR
PUSTAKA
Effendy,
Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi.
CetakanPertama. Bandung: Citra Aidya
Bakti.Hamzah, A, I Wayan Suandra dan BA Manalu. 1987. Delik-Delik Pers diIndonesia.
Cetakan Pertama. Jakarta: Media Sarana Pers.Oetama,
Jakob. 1987 Perspektif Pers di Indonesia.
Cetakan Pertama.Jakarat:LP3ES.Sumadiria, As Haris.
2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung. Simbiosa
RekatamaMedia.Sudibyo, Agus dkk. Kabar-Kabar Kebencian.Jakarta: Insistut Studi ArusInformasi.2001Koran
HU Pikiran Rakyat, Edisi Sabtu, 9 Febuari
2002. _____________________, Edisi Rabu 8 Mei
2002. _____________________, Edisi Selasa, 7 Mei 2002.
1 comments:
izin copas boleh ga ya ? :D
Post a Comment