Friday, October 26, 2012

MAKALAH PKN PEMBAHASAN PERS DI INDONESIA


MAKALAH PKN
PEMBAHASAN PERS DI INDONESIA










Disusun Oleh :
XII IPA 1
  1. M. Aji Hartanto
  2. Nur Aziz
  3. A. Husni Akbar
  4. A'dzom nur Maulana
  5. Akhmad Marzuki
  6. Unggul Khoerul Umam
  7. Yusufi Maulana
  8. M. Husen Luthfi

MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN)
BABAKAN-LEBAKSIU-TEGAL
TAHUN PELAJARAN 2012-2013

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur semoga selalu tetap tercurahkan kepada ALLAH SWT karena atas limpahan rakhmad serta hidayah-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Pelajaran PKN untuk membuat sebuah makalah tentang PERS dengan mudah dan lancar. Laporan Tugas Mata Pelajaran PKN ini kami susun untuk memenuhi tugas semester Ganjil. Pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
  1. Etik Mundiroh S.Pd selaku guru pembimbing mata pelajaran PKN.
  2. Orang tua kami yang memberikan dukungan baik secara materi maupun nonmateri.
  3. Teman-teman yang membantu pelaksanaan kegiatan.
  4. Serta semua pihak yang turut membantu melancarkan dalam pelaksanaan tugas kami ini

Apabila dalam penyusunan tugas ini terdapat kesalahan kata-kata kami mohon maaf karena sebagai makhluk tuhan yang tak sempurna pasti memiliki kekurangan.Kami juga mengharapkan semoga tugas yang kami susun sedemikian rupa dapat memberi manfaat yang berguna bagi para pembaca.














BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah
Ketika reformasi tahun 1998 digulirkan di Indonesia, pers nasional bangkitdari keterpurukannya dan kran kebebasan pers dibuka lagi yang ditandai dengan berlakunya UU No.40 Tahun 1999. berbagai kendala yang membuat pers nasional"terpasung", dilepaskan. SIUUP (surat izin usaha penerbitan pers) yang berlaku diera Orde baru tidak diperlukan lagi, siapa pun dan kapan pun dapat menerbitkan  penerbitan pers tanpa persyaratan yang rumit.Dan  euforia reformasi pun  hampir masuk, baik birokrasi pemerintahanmaupun masyarakat mengedepankan nuansa demokratisasi. Namun, denganmaksud menjungjung asa demokrasi, sering terjadi "ide-ide" yang permunculannya acap kali melahirkan dampak yang merusak norma-norma danetika. Bahkan cenderung mengabaikan kaidah profesionalisme, termasuk bidang profesi kewartawanan dan pers pada umumnya. Malah kalangan instansi pemerintahan swasta dan masyarakat ada yang berpandangan sinis terhadap  aktivitas  jurnalistik  yang  dicap  tidak lagi menghormati hak-hak narasumber. Penampilan pers nasional/daerah pun banyak menuai kritik dan dituding oleh masyarakat. Sementara disisi alin banyak contohkasus dan kejadian yang menimpa media massa, dan maraknya initmidasi setakekerasan terhadap wartawanPada tahun 2003-2004, perkara yang menarik perhatian public yaitu menimpadua mass media nasional Harian "Kompas" dan grup MBM "Tempo" digugat grupPT Texmaco ke PN Jakarta Selatan. Kedua perkara tersebut kemudian dicabutketika proses perkaranya sedang berjalan dipersidangan. Dalam kasus "RakyatMerdeka", majelis hakim memutuskan bahwa pemred Rakyat merdeka dihukumkarena terbukti turut membantu penyebaran..Peningkatan kuantitas penerbitan pers yang tajam (booming), tidak disertaidengan pernyataan kualitas jurnalismenya. Sehingga banyak tudingan "miring" yang  dialamatkan  pada  pers  nasional.  Ada juga media massa yang dituduhmelakukan sensionalisme bahasa melalui pembuatan judul (headlines) yang bombasis, menampilkan "vulgarisasi: dan erotisasi informasi seks. Tetapi tentusaja kita tidak dapat melakukan generalisasi, harus diakui, bahwa masih banyak media massa yang mencoba tampil dengan elegan dan beretika, dari pada yang menyajikan  informasi  sampah  dan berselera  rendah (bad taste).Apakah  benar pers  nasional saat ini telah kebablasan?




BAB II
PERS DI INDONESIA
A.Pengertian Pers
Apa bedanya jurnalistik dengan pers? Dalam pandangan orang awam, jurnalistik dan pers seolah sama atau bisa dipertukarkan satu sama lain.Sesungguhnya tidak, jurnalistik menujuk pada proses kegiatan, sedangkanpers berhubungan dengan media. Dengan demikian jurnalistik pers berarti proseskegaitan mencari, menggali, mengumpulkan, mengolah, memuat danmenyebarkan berita melalui media berkala pers yakni sura kabar, tabloid ataumajalah kepada khalayak seluas-luasnya dengan secepat-cepatnya.

B.Sejarah perkembangan pers.
Pada zaman pemerintahan Cayus Julius (100-44 SM) di negara Romawi,dipancangkan beberapa papan tulis putih di lapangan terbuka di tempat rakyat berkumpul. Papan tulis yang disebut Forum Romanum itu berisi pengumuman- pengumuman resmi. Menurut isinya, papan pengumuman ini dapat dibedakan atasdua macam. Pertama Acta Senatus yang memuat laporan-laporan singkat tentangsidang-sidang senat dan  keputusan-keputusannya. Kedua, Acta Diurna Populi Romawi yang memuat keputusan-keputusan dari rapat-rapat rakyat dan berita- berita lainnya. Acta Diurna ini merupakan alat propaganda pemerintah Romawiyang memuat berita-berita mengenai peristiwa-peristiwa yang perlu diketahui olehrakyat.

C. Sejarah perkembangan pers dunia (Eropa)
Sejarah perkembangan pers di dunia khusunya di eropa tak pernah jauh merupakan  cerminan dari pada zaman Romawi dan ditandai dengan lahir wartawan-wartawan pertama. Wartawan-wartwan ini terdri atas budaj-budak  belian yang leh pemiliknya diberi tugas mengumpulkan informasi, berita-berita, bahkan juga menghadiri sidang-sidang senat dan melaporkan semua hasilnya baik secara lisan maupun tulisan.Surat kabar cetakan pertama baru terbit pada tahun 911 di Cina. NamanyaKing Pau, Surat kabar milik pemerintah yang diterbitkan dengan suatu peraturankhusus dari Kaisar Quang Soo ini, isinya adalah keputusan-keputusan rapat-rapat permusyawaratan dan berita-berita dari istana.





BAB III
FUNGSI UTAMA DAN UNSUR-UNSUR PERS
A.Fungsi Utama Pers.
Pada dasarnya, fungsi pers dapat dirumuskan menjadi 5 bagian yaitu 6:1.Pers sebagai Informasi (to inform) Fungsi pertama dari lima fungsi utama pers ialah menyapaikan informasisecepat-cepatnya kepada masyarakat yang seluas-luasnya. Setiap informasiyang disampaikan harus memenuhi kriteri dasar: actual, akurat, factual,menarik atau penting, benar, lengkap, utuh, jelas-jernih, jujur adil, berimbang,relevan . bermanpaat dan etis.2.Pers sebagai Edukasi (to educate).Apa pun infromasi yang disebarluaskam pers hendaklah dalam kerangka mendidik  (to educate).  Sebagai  lembaga  ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersil untuk memperoleh keuntungan financial . namunorientasi dan misi komersil itu, sama sekali tidak boleh mengurangi, apalgimeniadakan fungsi dan tanggung jawab social, Seperti ditegaskan Wilbur Schramm dalam men, messages, dan media (1973), bagi masyarakat, persadalah weatcher, teacher dan forum (pengamat, guru dan forum).3.Pers sebagai koreksi ( to influence).Pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislative, eksekutif, danyudikatif dalam kerangka ini, kehadiran pers dimaksudkan untuk mengawasiatau mengontrol kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif agar kekuasaanmereka tidak menjadi korup dan absolut.4.Pers sebagai rekreasi (to intertain). Fungsi keempat  pers adalah meghibur, pes harus  mampu  memeankandirinya sebagai wahan rekreasi yang mnyennagkan seklaigus yangmenyehatkan bagi smeua lapisan masyarakat. Artinya apa pun pesan rekreatif yang disajikan mulai dari cerita pendek sampai kepada teka-teki silang dananekdot, tidak boleh bersifat negatif apalagi destruktif.5.Pers sebagai mediasi (to mediate)Mediasi artinya penghubung atau sebgai fasilatator atau mediator. Pers harusmampu menghubungkan tempat yang satu dengan tempat yang lain, peristiwayang satu dengan peristiwa yang lain, orang yang satu dengan eristiwa yanglain, atau orang yang satu dengan orang yang lain pada saat yang sama. Dalam buku karya McLuhan, Understanding Media (19966) menyatakan pers adalah perpanjang dan perluasan manusia (the extented of man)
Unsur-Unsur Pers
B.1 Landasan Pers
Menurut Keputusan Dewan Pers No.79/XIV/1974  tertanggal 1 Desember 1974 yang ditandatangani Menpen Mashuri, SH, pers nasional berpijak kepadaenam landasan. Pada zamn Orde Baru, enam landasan tersebut dijadikan semacam“rukun iman” bagi para pengusaha pers dan kalangan praktisi jurnalisitk agar tidak tersandung dan bebas dari ancaman perbredelan yang setiap saat mengahantui mereka oleh “hantu” pemerintah.Secara yuridis, ketika itu UU Pokok Pers No.21 1982 (sekarang UU pokok  pers No. 40/1999 ( memang dikenal dengan tegas menyatakan  terhadap  persnasional tidak dikenai pembredelan. Namun secara politis, pemerintah sering tak menggubrisnya .  pemrintah melalui Depatemen Penerangan bisa kapan sajmembrangus pers yang dianggapnya “tidak sejalan dengan kebijakan pimpinannasional”. Deppen pada waktu itu adalah depertemen yang paling ditakuti olehsiapa pun yang berkecimplung dalam penerbitan pers nasional.Dalam SK Dewan Pers 79/1974 ditegaskan, pers nasional berpijak kepadaenam  landasan,  yakni  (1) landasan  idiil adalah pancasila,  (2) landasan konstitusional adalah UUD 1945, (3) landasan strategis operasional adalah garis-garis besar haluan negara (GBHN), (4) landasan yuridis formal adalah tata nilaidan norma budaya agama yang beraku pada masyarakat bangsa indonesia, dan (6)landasan etis opersioanl adalah kodi etik persatuan wartawan indoensia (PWI) Namun yang menjadi permasalahan apakah SK Dewan Pers 79/1974 yangdikeluarkan pada era pemerintahan otokratis itu masih relevan untuk dijadikan rujukan bagi pers saat ini  yang telah bernjak pada era demokratis?.  Kami berpendapat  bahwa sebagian kecil landasan tersebut sudah tidak relevan.Sedangkan untuk sebgain bear dampai kini masih tetap sangat relevan setelahdisesuaikan dengan perkembangan serta ketentuan yang berlaku.Untuk yang tidak relevan, misalnya tentang landasan strategis opersional,dalam era reformsai MPR tidak lagi menetapkan GBHN. Begitu juga denganlandasan etis, keharusan untuk menginduk hanya kepada satu organisasi profesisudah sangt kadalruwarsa sebab kini wartawan boleh bergabung dengan salah satuorganisasi profesi pers mana saja yang diinginkannya.Lantas apakah landasan pers nasional jadi menyusut dari enam menjadi limaatau empat landasan,  misalnya? Kami berpendapat,  jumlah tidak mengalami perubahan tetap enam landasan. Hanya isinya dan urutuannya saja yang diubahserta disesuaikan. Bagaimanapun pers nasional perlu tetap memiliki landasanuntuk menghindari  ironi, tirnai, dan bahkan hegemoni kekuasaan dalamtumbuhnya sendiri.
B.1.1. Landasan Idiil.
Yakni landasan idiil pers, tetap pancasila. Artinya, selam ideologi negaratidak diganti, suka atau tidak suka, pers nasional harus tetap merujuk kepada pancasila sebagai iedeologi nasional, dasar negara, falsafah hidup bangsa, sumber tata nilai, dan sumber segala sumber hukum.Di negara manapun, pers sangat dipengaruhi dan sangat bergantung padaideologi serta sistem  politik yang dianut negar  bersangkutan. Dalam negaramonarki, lahir dan berkembang pers monarki. Dalam negara liberal, lahir dan berkembang pers liberal kapitalistik. Lalu dalam negara majemuk seperti diindonesia, apakah etis mengambangkan pers liberal kapitalisitk yang berorientasi komersial semata  dan hanya  mengabdi kepada pemilik modal?
B.1.2. Landasan Konstitusional.
Landasan konstitusional, berarti menujuk kepada UUD 1945 setelah empatkali dilakukan amandemen dan ketetapan-ketetapan MPR yang mengatur tentangkebebasan berserikat, berkumpul, dan kebebasan menyatakan pikiran, pendapat baik lisan ataupun tulisan.UUD bukanlah kitab suci yang tak boleh diganti atau direvisi. UUD tidak  perlu disakralkan. Dangat berbahaya apabila UUD hanya dijadikan alat ritual. UUD harus  dijadikan senanriasa aktual. Pers nasional harus memiliki pijakan konstitusional agar tak kehilangan kendali serta jati diri dalm kompetisi eraglobal.
B.1.3. Landasan Yuridis Formal.
Landasan yuridis formal, mengacu kepada UU Pokok Pers No.40/1999unutk pers, dan UU Po0kok Penyiaran No.32/2002 untuk media radio siaran danmedia telivisi siaran. Sekedar actaatn, dalam UU Pokok Pers No.40/1999, persdalam arti media cetak berkala dan pers dalam arti media radio siaran berkala danmedia televsisi siaran berkala, diartikan sekaligus diperlakukan sama sehinggamenjadi rancu serta difungsional.
B.1.4. Landasan strategis Operasional
Landasan strategis operasional, mengacu kepada kebijakan redasional media pers masing-masing secara internal yang berdampak kepada kepentingan sosialdan nasioanl. Setiap penerbitan pers harus memilki garis haluan manajerial danredaksional. Garis haluan manajerial  berkaitan erat dengan filosofis, visi, orientasi,kebijakan dan kepentingan komersial. Garis haluan redaksional mangatur tentangkebijakan pemberitaan atau sesustu yang menyangkut materi isi serta kemasan penerbiutan media pers.
B.1.5. Landasan sosiologis Kultural
Landasan sosiologis kutural berpijak pada tata nilai dan norma sosial budayaagama  yang berlaju pada dan seklaigus dijunu8nmg tinggi oleh masyarakat bangsa indonesia. Pers indonesia adalah pers naisonal yang sarat dimuati nilaiserta tanggung jawab. Pers kita bukanlah pers liberal. Dalam segala sikap dan perilakunya, pers nasional dipengaruhi dan dipagari nilai-nilai kultural.
B.1.6. Landasan Etis Propesional.
Landasan etis propesional menginduk kepada kode etik profesi. Setiaporganisasi pers harus memiliki kode etik. Secara teknis, beberapa organisasi pers bisa saja sepakat untuk hanya menginduk keada satu kode etik. Tetapi secarafilosofis,  setiap organisasi pers  harus menyatakan terkait  dan tunduk kepadaketentuan kode etik. Ini berarti tiap organisasi pers boleh memiliki kode etik sendiri, boleh juga menyepakati kode etik bersama.

B.2. Pilar penyangga pers
Pers itu ibarat sebuah bangunan, pers hanya akan bisa berdiri kokoh apabila bertumpu pada tiga pilar penyangga utama yang satu sama lian berfungsi salingmenopang, tritunggal/ ketiga pilar itu ialah:

1.Idealisme
2.Pada pasal 6 UU Pokok pers No.40/1999, pers nasional melaksanakan peranann sebagai berikut:
1) Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui.
2)Menegaskan nilai-nilai dasar demokrasi dan hak-hak asasi manusia sertamenghormati kebhinekaan.
3) Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat akurat,dan benar.
4) Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap halhal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
5) Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.Profesionalime  berarti isme atau paham  yang menilai  tinggi keahlian profesional khususnya, atau kemampuan pribadi pada umumnya, sebagai alatutama untuk mencapai keberhasilan.Seseorang bisa disebut profesional apabila dia memenuhi enam ciri berikut:
  1. Memiliki keahlian  tertentu  yang  diperoleh  melalui  penempaan  pengalaman, pelatihan, atau pendidikan khsusus dibidangnya. 
  2. Mendapat gaji, honorium atau imbalan materi yang sesuai dengankeahlian, tingkat pendidikan, atau pengalaman yang diperolehnya.
  3. Seluruh sikap, perilaku dan aktivitas pekerjaannya dipagari dengan dandipengaruhi oleh keterikatan dirinya secara moral dan etika terhadap kodeetik profesi.
  4. Secara sukarela bersedia untuk bergabung dalam salah satu organisasi profesi yang sesuai dengan keahliannya.
  5. Memiliki kecinaan dan dedikasi luar baiasa terhadap bidang pekerjaan profesi yang dipilih dan ditekuninya.
  6. Tidak semua orang mampu melaksankan pekerjaan profesi tersebut karenauntuk bisa  menyelaminya  mensyaratkan penguasaan keterampilan ataukeahlian tertentu










BAB IV
PERS DAN POLITIK 

A. Hubungan Pers dan Politik Tinjauan History.
Pada era reformasi saat ini, ada fenomena yang menarik kaitannya politik dan pers. Banyak wartawan ikut serta terjun ke dunia politik. Para wartawan kini bukan hanya memberitakan pendidikan politik “dua+dua=empat”. Mereka jugaingin menjadi balon (bakal calon) yang ingin memimpin dan menjadi pemimpin.

B. Hubungan Pers dan Politik Kini.
Maka itu, jika wartawan kini berpolitik  terang-terangan  memang  punyas ejarahnya. Jika mereka menjadi corong rakyat bukanlah hal yang tidak mugkin.Jika mereka mematut-matut diri di rapat partai politik, tidak perlu heran bahkan, jika mereka  nanti ikut bergoyang  dombret, dipanggung  kampanye, janaanditertawakan. Pun untuk yang menjadi peserta who want to be president? Kenapatidak?Duduk perkaranya tinggal di soal, bisakah ia melaksanakan tugaskewartawanan dengan baik? Bukankah wartawan punya tugas yang cukup berat?“wartawan harus berpegang teguh pada kebenaran dan setia kepada rakyat” tegasBill Kovach dan Tom Rosendstiel (2001). Wartawan bekerja demi kemaslahatan publik. Ia tidak boleh gampang was-was dan berpihak pada urusan selain berita.Kerja memverifikasi beritanya, selain harus transparan dan sistematis, mestiindependen. Tidak selingkuh dengan partai poitik atau penguasa atau pengusaha.Sebab bisakah  mengharapkan wartawan  meliput secara benar orang yangmemiliki hubungan personal, intim dan loyalitas dengannya?Harus ada jarak personal agar wartawan. Bisa meliput dan menilai beritadengan mandiri,. Dari sanalah, antara lain kebenaran, sebagai penyampai kisahyang punya kredibilitas.Pengakuan tersebut diperoleh tidak take of garanted. Tetapi secara berulang-ulang, terus-menerus, diupayakan melalui pelbagai kode dan konvensi kebenaranyang layak dipercaya khalayak. Kredibilitas. (McNair, The Sociology of Journalism.1998).

C. Pers negatif dan positif.
Tatkala angin reformasi berhembus dengan kencang, koridor demokrasi pun perlahan tetapi  pasti mulai terkuak. Ruang publik yang sebelumnya penuhdedngan jaring laba-laba kekuasaan yang setiap saat bisa membelenggu kebebasan pers Indonesai. Suara-suara alternatif yang sekian lama mengendap dibalik bilik kebisuan publik tiba-tiba menyeruak, seperti burung yang lepas dari sangkarnya,terbang kesana kemari.Kalau kita coba lukiskan perkembangan pers Indonesia akhir-akhir ini, palingtidak ada beberapa hal penting yang menujukan perubahan wajah pers pasca-Soeharto.Pertama, deregulasi media yang dilakukan rezim pasca-Soeharto sepertiditandai dengan dipermudahnya memperoleh izin dan dicabutnya sistem SIUPP telah menyebabkan maraknya penerbitan pers. Sayangnya peningkatan kuantitasmedia, belum dengan sendirinya disertai oleh perbaikan kualitas jurnalismenya.Sementara media yng cenderung partisan terus melakukan “sensasionalisme bahasa”  seperti tampak lewat pemilihn judul  (headline) yang  bombantis atau desain  cover yang  norak, majalah  dan tabloid  hiburan justru  melakuakn “vulgariasasi”  dan “erotisasi” informasi seks. Kalau bisa diebut sebagai persnegatif, seperti itulah kriterianya.Kedua, maraknya apa yang disebut sebagai “media baru” (new media)dikalangan masyarakat kita akhir-akhir ini. Untuk menyebut di antaranya adalah internet dan teknologi  multimedia  yang semakin canggih. Akses internetmembawa budaya baru dalam pemanfaatan waktu luang (leisure time). DenganInternet, batas-batas ruang dan waktu telah musnah. Dan banyak lagi nilai manfaatdan nilai positif yang bisa diambil dan digunakan oleh pengguna media, demiefisiensi dan efektif kegiatan sehari-hari, tak berlebih jika kategori pers sepertiadalah pers positif.Ketiga,  menguatnya fenomena aoa yag dikenal sebagai tesisi “imprealismemedia. Fenomena ini disebablan globaliasi media transnasional dan invasi produk hiburan impor yang menguasasi pasar media dalam negeri.

D. Pers Kepentingan.
Benarkah media massa bebas kepentingan? Jawabanya :tidak! Medi massaselalu terikat dan tumpang tindih dan sarat dengan pesan sponsor pemilik media,agenda terselebung dewan redaktur atau pun pelampiasan idealisme si waratwan. Ecenderungan  pemberitaan media mssa akhir-akhir ini  memperlihatkan bahwasadar atau tidak, ia mampu membakar pertentangan antar suku, agama dan ras












BAB V
POTRET PERS DI INDONESIA

Permasalahan dalam kebebasan pers.
Kebebasan pers yang muncul pada masa era reformasi ini ternyata membawa permasalahan baru. Peningkatan kuantitas penerbitan pers yang tajam (booming),tidak disertai  dengan pernyataan kualitas jurnalismenya. Sehingga banyak tudingan "miring" yang dialamatkan pada pers nasional. Seperti kecurigaan pada praktek  "jurnalisme  preman",  "jurnalisme pelintiran",  jurnalisme omongan", dantudingan-tudingan negative lainnya.Ada juga media massa yang dituduh melakukan sensionalisme bahasa melalui pembuatan judul  (headlines) yang bombasis,  menampilkan "vulgarisasi: danerotisasi informasi seks. Tetapi tentu saja kita tidak dapat melakukan generalisasi,harus diakui, bahwa masih banyak media massa yang mencoba tampil denganelegan dan beretika, daripada yang menyajikan informasi sampah dan berselerarendah (bad taste).Kemungkinan lain penyebab pers terus disorot, bahkan ada yang menyebut pers “kebablasan” adalah  karena kurang profesionalnya jajaran aratwannya,kekurangan yang paling uatam adalah soal kemampuan memahami permasalahanyang akan diberitakan  dan teknis ketermapilan menuliskannya.  Untuk itu,wartawan di era reformasi perlu menguasai pengetahuan umum, skill, dankepandaan menulis serta berapresiasi dalam kebebasan yang komperhensif dan partisipatif. Memang aer reforamsi  melahirkan dilema, masyarakat belum mamahami betul apa itu kebebasan pers serta apa yang akan dirasakan dari kebabasan itusendiri. Masyarakat belum sadar sebenarnya kebebasan tersebut bukanlah untuk kepentingan kalangan pers sendiri, sebab secara tidak langsung ataupun langsung pers nasional merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan bangsa dan negara.B.
Masyarakat yang jenuh media.
Para ahli menyebut budaya dan masyarakat muktahir sebagi masyaakat yangenuh engan medi  (medai saturrated society). Masyarakat muktahir adalahmasyaraat yang dilimpahi dengan informasi berupa gambar, teks, bunyi, dan pesan-pesan visual, masyarakat yang dibanjiri informasi dan pesan-pesankomersial.Mayarakat yang jenuh media ternyata juga telah menyebabkan narkotisasimedia bagi masyarakat. “narkotiasasi” (narcotization) adalah sebuah istilah yangdigunakan  untuk  menggambarkan efek negatif atau efek menyimpang(dysfunction) dari medai massa. Istilah ini sebenarnya berasal dari PaulF.Lazarsfeld dan Robert K Merton. Dalam eseinya, “Mass Comuniation, Popular Tate and Organized Social Action” (1984), mereka menggunakan istilah“narkotizing Dysfunction” untuk menyebeut konsekuensi sosial dari media massayang sering diabaikan. Media massa mereka pandang sebagai peneyabab apatisme politik dan keleusan massa.
BAB VI
KEBABASAN PERS ATAU KEBABLASAN PERS.

A. Menilik wajah pers kita: antar kebebasan dan kebablasan.
Apa yang pantas kita perbincangkan wajah pers nasional saat ini? Ada yangmengatakan, pers kita tengah memasuki sebuah era baru, era penuh kebebasan. Inisejalan dengan perubahan pada konstalasi politik dan konstitusi nasional, yangmemungkinkan para insan pers tidak lagi harus merasa jeli oleh kemungkinankena brendel atau Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP)-nya dicabut. Eurofiakebebasan ini mewabah di mana-mana. Usaha penerbitan bermunculan bak cendawan di musim hujan.Namun, pada saat bersamaan muncul juga pendapat bahwa kebebasan perskita sudah kelewatan, alias kebablasan. Dalam hal ini pers dianggap sudah keluar dari batas kepatutan atas peran yang dimainkannya. Di san-sini muncul suarakeluhan dan nada ketir masyarakat,  yang pada intinya  bermuara  padakeprihatianan  terhadap pemberitaan media massa yang sebagian diantaranyaterkesan tidak lagi mempertimbangkan dampaknya pada khslayak dan tiadanyaunsur prioritas pemberitaan.Berbicara tentang pers, tentulah kita harus memasukan semua jenis mediamassa, mulai dari cetak, elektronik, hingga cyber media. Tak bisa dibantah,keprihatinan publik ada benarnya. sejumlah fakta sudah demikian terbuka untuk  bisa dijadikan alasan. Di ketiga jenis media massa tersebut, kita bisa menyaksikan sejumlah  distorsi dan  penyelewengan-penyelewengan  fungsi pers, mulai dari pemberitaan yang tidak akurat, kurang memerhatikan unsur cover both side,diabaikannya kaidah-kaidah kode etik jurnalistik (KEJ), hingga seringnya terjadi praktik pemeasan dan intimidasi oleh insan pers.Yang tak kalah menyeramkan adalah tayangan televisi dan internet, yang bukan saja dianggap mengeksploitasi pornografi dan kekerasan sehingga dianggapmeresahkan masyarakat, tetapi juga sudah mengganggu dan merampaskenyamanan publik yang menjadi objek pembereritaan itu sendiri.ada baiknyacoba kita hitung,  adakah kerugian  psikologis  yang dialami seseorang yanghsengaja “dijebak” menajdi objek dalam sebuiah acara yang seolah-olah dirinyadikejar-kejar hantu atau menjadi seorang tersangka dalam sebuah tindak kriminal.Bisa juga disodorkan kasus adegan syur Yahya Zaini dan Maria Eva. Apakah ini pertanda bahwa wajah pers kita demikian buruknya?Kita memang harus berani mengatakan bahwa dalam dinamikanya, pers kitamasih dalam proses pendewasaan. Dukup wajar jika di sana-sini masih jumpaisejumlah kelemahan, distorsi atau malah penyewengan. Meski demikian,memvonis pers sebagai satu-satunya pihak yang bersalah juga rasanya tak adil.Jika wajah pers demikian buruk, bukankah itu menjadi gambaran masyarakat kitasendiri? Barangkali,  ada perlunya kita cermati  pernytaan  Prof, Stephen Hill,Direktur UNESCO Indonesia. Menurutnya, media hanyalah alat legitimasi perilaku dan tindakan bukan alat yang menciptakan keduanya.Karena itulah, barangkali yang harus diuapayakan agar wajah pers tidak seburuk sekarang,  adalah bagaimana menciptakan  sebuah titik temu  atau keseimbangan antara kebebasan yang dimiliki media massa dan garis batas yang boleh dilaluinya.  Keseimbangan itu harus dibuat dengan tanggung jawab, bukandengan pengekangan. Tanggung jawab media dalam membangun budaya harusdiletakkan pada penegmbangan kemampuan pekerja di media massa itu sendiri.Dan itu hanya mungkin bisa dilakukan jika memang perangkat hukum yang ada dinegeri ini mamapu mengakomodasikan peran dan fungsi pers tanpa haruskehilangan wibawanya. Bagaimaan pun, pers bisa memainkan dua sisi yang berbeda. Pers bisamenjadi faktor  kunci yang  memberikan  pencerahan dan mencerdaskan bagi publik. Menumbuhkan rasa optimisme, dan bahkan  menguatkan budaya bangsa. Namun pada sisi lain, pers juuga bisa melumpuhkan, menjadi alat perusak taatnankehidupan, bahkan disintegrsaikan bangsa. Untuk itulah, seklai lagi, sangatdibutuhkan, satu titik temu dan kesamaan pandang mengani sosok pers nasional.

B. Ancaman Kebebasan Pers.
Ancaman terberat bagi kemerdekaan pers d Indonesia saat ini justru darikelompok massa. Walaupun ada ancaman dari pemerintah, polisi, maupun tentara,namun ancaman tersebut dari lembaga-lembaga tersebut atau perorangn dalamlembaga itu bisa  lebih terkontrol,  karena mereka punya  pemimpin, yang bisadimintai pertanggungjawaban, dan lembaga-lembaga itu mempunyai aturan bakuyang dapat dijadikan rujukan.Ancaman lain terhadap kemerdekaan pers adalah tidak kalah pentingnyaadalah dari peraturan perundangan lainnya, khususnya KUH pidana dan KUH perdata.peristiwa yng menimpa Tempo, Koran Tempo, Rakyat Merdeka, dankoran lainnya menjadi pelajaran yang berharga bagi masyarakat pers dan penyiaran. Banyak orang bahkan para penegak hukum yang ebih memilih peraturan perundangan di luar UU no.40/1999 tentang Pers, dari padamenggunanakn uu Pers itu sendiri, dalam menyelesaikan masalah pemberitaan.








BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kebebasan pers yang sedang kita nikmati sekarang memunculkan hal-hal yang sebelumnya tidak diperkirakan. Suara-suara dari pihak pemerintah misalnya, telahmenanggapinya dengan bahasanya yana khas; kebebasana pers di ndoesia telah kebablasan!  Sementara  dari pihak asyarakat, muncul  pula reaksi yang lebihkonkert bersifat fisik.Barangakali, kebebasana pers di Indonesia telah mengahsilkan berbagai ekses.Dan hal itu makin menggejala tampaknya arena iklim ebebasan tersebut tidak dengan sigap diiringi dengan kelengakapan hukumnya. Bahwa kebebasan persakan memunculkan kebabasan, itu sebenarnya merupakan sebuah konsekuensiyan wajar. Yang kemudan harus diantisipasi adalah bagaimana agar kebablasantersbeut tidak kemudian diterima sebagai kewajaran.

B. Saran.
Peningkatan Kualitas Pers.Bersamaan  dengan peningkatan  perlindungan  terhadap  kemerdekaan  pers ,lembaga  pers harus  selalu  menyempurnakan  kinerjannya sehingga mampu menyampaikan informasi yang akurat, tepat, cepat, dan murah kepada seluruhmasyarakat.Sudah saatnya lembaga pers terus menyempurnakan diri dalam menyampaikan informasi,  dengan selalu melakukan penelitian ulang sebelum menyiarkannya, melakukan peliputan berimbang  terutama  untuk berita-berita  konflik  agar masyarakat memperoleh informasi lebih lengkap untuk turut menilai  masalahyang sedang terjadi.Penyempurnaan kualitas pers merupakan kerja keras yang dilakukan hari demihari untuk kepentingan masyarakat.Pendidikan melek media mengembalikan titik berat upaya pembedayaansepenuhnya ada di diri si khalayak media (pembaca, pendenganr dan pemiras).Orang-orang yang melek media (Media Literari People) jelas akan saenantiasa jelidan kritis terhadap media.Program Media Literacy dimaksudkan mendidik kahlayak suapaya senantiasa bersiakp kritisa terhadap infrmasi apapun yang ai teriam dari media. MediaLitercy juga menanankan pentingnya kebiasaan untuk bersikap selektif atassetiapmata acara yang akan ditonton atau setiap berita yang akan dibaca. Sebab oarang-rang yang krang terdidik  dalam memahami  medialah  yang lebih rentan bagi bentuk bentuk manipulasi yang halus.Paling tidak ada lima unsur yang fundamental dalam pendidikan medialiteracy. Yakni, kesadaran terhadap dampak media; pamahaman terhadap proseskomunikasi massa; strategis untuk menganalisis dan mendiskusikan pesan-pesanmedia; pemahaman terhadap isi media sebagai tekad yang menyajikan pandangan bagi kehidupan dan budaya kita; dan kesanggupan untuk menikmati, memahamidan mengapresiasi isi media.
DAFTAR PUSTAKA

Effendy, Onong Uchjana. 1993. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. CetakanPertama. Bandung: Citra Aidya Bakti.Hamzah, A, I Wayan Suandra dan BA Manalu. 1987. Delik-Delik Pers diIndonesia. Cetakan Pertama. Jakarta: Media Sarana Pers.Oetama,  Jakob. 1987  Perspektif Pers  di Indonesia.  Cetakan Pertama.Jakarat:LP3ES.Sumadiria, As Haris. 2005. Jurnalistik Indonesia. Bandung. Simbiosa RekatamaMedia.Sudibyo, Agus dkk. Kabar-Kabar Kebencian.Jakarta: Insistut Studi ArusInformasi.2001Koran HU Pikiran Rakyat, Edisi Sabtu, 9 Febuari 2002. _____________________, Edisi Rabu 8 Mei 2002. _____________________, Edisi Selasa, 7 Mei 2002.


Read More »

1 comments:

Sausan Aldilah said... January 31, 2014 at 3:45 AM

izin copas boleh ga ya ? :D

Post a Comment

Copyright © *Gubug Kreasi^ 2014

Template By Sayyidan Chiam