BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang Masalah
Seni
anyam sudah ada sejak dahulu kala, hingga sekarangpun masih akrab
dalam kehidupan masyarakat. Bahkan hampir di seluruh nusantara
terdapat home industri pengrajin barang anyam-anyaman. Maka bisa
dikatakan seni anyam termasuk kategori warisan budaya yang harus
dilestarikan.
Hal demikian,
sangatlah bertolak belakang dengan kondisi keberadaan di desa Jepang
Pakis. Akhir-akhir ini perkembangan di desa tersebut mengalami
penurunan dari tahun ke tahun, sehingga hal tersebut tentu sangat
mempengaruhi baik dari segi budaya maupun dari perekonomian
masyarakat, akibatnya berbagai barang kerajinan anyaman semakin
tergeser kedudukannya dari pasaran.
Fenomena
tersebut banyak menimbulkan pertanyaan yang akhirnya mendorong
penulis untuk melakukan observasi. Penulis berharap dengan tindakan
tersebut dapat menemukan jawaban yang sesuai dengan data-data dari
lapangan. Selain itu penulis juga ingin mengetahui lebih jauh
mengenai seni budaya yang ada di kota Kudus, karena sudah menjadi
kewajiban bagi generasi penerus bangsa untuk mempertahankan berbagai
kebudayaan yang telah ada tetap dilestarikan dan berusaha
menghidupkan kembali kebudayaan yang hampir punah.
- Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :
1. Bagaimana
sejarah seni anyam bambu di desa Jepang Pakis
2. Macam-macam
seni anyam bambu dan teknik pembuatannya
3. Bagaimana
pengaruh seni anyam bambu terhadap perekonomian masyarakat di desa
Jepang.
- Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
penulisan karya tulis dengan judul “KEBERADAAN SENI ANYAM BAMBU DI
DESA JEPANG PAKIS” adalah :
1. Untuk
memenuhi salah satu syarat mengikuti Ujian Nasional (UN) Madrasah
Aliyah Negeri 2 Kudus tahun pelajaran 2010/2011
2. Mengetahui
keberadaan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis pada zaman modern
ini
3. Penulis
mengharapkan agar karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi pembaca
untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan
- Manfaat Penulisan
Adapun
manfaat penulisan karya tulis ini adalah :
1. Dapat
mengetahui kondisi keberadaan seni anyam bambu tradisional di desa
Jepang Pakis di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
(zaman modern) seperti saat ini.
2. Memberi
gambaran mengenai pengaruh seni anyam bambu terhadap kehidupan
perekonomian masyarakat di desa Jepang Pakis.
3. Mengetahui
faktor-faktor pendukung maupun penghambat bagi pelestarian seni anyam
bambu di desa Jepang Pakis.
- Metode Penelitian
Untuk
memperoleh data-data yang akurat, penulis menggunakan metode :
- Interview
Interview
yaitu penulis melakukan wawancara langsung dengan nara sumber.
- Observasi
Observasi
yaitu dara yang diperoleh peneliti dengan mengamati objek penelitian
secara langsung.
- Sistematika Penulisan
Karya tulis
disusun dalam 4 bab meliputi :
BAB I berisi
tentang penduhuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah,
Rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II berisi
tentang landasan teori yang terdiri dari : pengertian seni anyam
bambu, sejarah seni anyam bambu, macam-macam seni anyam bambu dan
tekniok pembuatannya.
BAB III
berisi tentang pembahasan yang terdiri dari : keberadaan seni anyam
bambu di desa Jepang Pakis, pengaruh seni anyam bambu terhadap
perekonomian masyarakat di desa Jepang Pakis, perkembangan seni anyam
bambu, faktor pendukung dan faktor penghambat.
BAB IV berisi
tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
BAB II
LANDASAN TEORI
- Pengertian Seni Anyam
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia seni adalah keahlian membuat karya yang
bermutu dengan keahlian yang luar biasa, kesanggupan akal untuk
menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. (Hasan Alwi : 2002)
Adapun anyam
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengatur, tindih menindih
dan silang menyilang, melakukan pekerjaan menganyam. Sedangkan
pengertian seni anyam merupakan kerajinan yang telah menyatu dengan
kegiatan sehari-hari masyarakat pedesaaan. (Didi Wiraatmaja : 2006 )
- Sejarah Seni Anyam
Pada awalnya,
seni anyam dipercayai sebagai seni kerajinan tangan yang muncul dan
berkembang tanpa adanya pengaruh dari luar. Pada zaman dahulu,
kegiatan menganyam ini dilakukan oleh kaum perempuan untuk mengisi
waktu senggang dan bukan sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan
kaum perempuan ini menghasilkan kerajinan tangan yang dijadikan alat
untuk kebutuhan sendiri atau sebagai hadiah untuk anak, saudara dan
kerabat dekat sebagai tanda terima ksasih atau kenang – kenangan.
Seorang perempuan dianggap tidak mempunyai sifat kewanitaan yang
lengkap jika ia tidak mahir dalam seni anyaman. (Muhammad Yayung :
2010)
Proses
menganyam biasanya dijalankan oleh kaum perempuan, sedangkan kaum
pria hanya membantu mencari dan mengumpulkan bahan anyam. Dahulu
kegiatan produksi anyam biasanya dilakukan secara individu atau
secara kecil-kecilan yang merupakan suatu usaha ekonomi bagi orang –
orang desa.
Setiap daerah
menggunakan bagan dan pola khasnya masing-masing. Misalnya, karena di
pulau Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi banyak rotan, maka rotan
dianyam menjadi tikar, topi, keranjang dan bermacam-macam perabot
rumah tangga. Di Jawa, Madura dan Bali bambu dianyam menjadi
keranjang. Supaya dapat digunakan sebagai tempat penampungan air,
keranjang itu dilumuri dengan aspal.
Saat ini seni
anyam bambu semakin berkembang. Bentuk anyaman dan polanya semakin
menarik denganhiasan dan warna yang beragam. Banyak warga perkotaan
yang tertarik dengan kerajinan anyam ini. Sekarang ini, seni anyam
tidak sekedar memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Tetapi juga sudah
menjadi barang seni yang bernilai tinggi.
- Macam-macam Seni Anyam Bambu Serta Teknik
Pembuatannya
Di Kudus
terdapat macam-macam seni anyam bambu yang terdapat di desa Jepang
Pakis, diantaranya besek, ekrak, kepang, tumbu gula, kronjot serta
anyaman bambu lainnya. Cara pembuatan besek yaitu ambil bambu yang
utuh, lalu potong menjadi beberapa bagian, kurang lebih 40 cm, dari
bambu yang terbagi kecil-kecil itu ditipiskan menjadi kurang lebih 15
buah, lalu bambu yang sudah ditipiskan itu dijemur biar tidak
berjamur. Kemudian bambu dianyam dengan cara 8 di horisontal lalu
dianyam dengan diambil 2 tinggal 2 terus menerus. Dari lembaran
anyaman tersebut dibekuk atau dinaikkan keatas sehingga membentuk
anyamanberbentuk cekung dan sisa-sisa bambu tipis yang belum rapi
atau masih tidak teratur, dipotongi agar menjadi rapi dan hasilnya
membentuk anyaman cekung yang telah siap dipakai. (Subadi, 10 Oktober
2010, Jepang Pakis)
- Perkembangan Seni Anyam
Akhir-akhir
ini, warta tentang lenyapnya benda-benda bersejarah memadati dalam
ruang informasi. Karena penjualan barang-barang antik ini memang laku
keras, sebab nilai artistik serta sejarah yang tinggi turut
menentukan nilai jualnya. Minimnya penghargaan terhadap nilai sejarah
bangsa ini semakin terlihat ketika benda-benda tersebut mulai lenyap.
Bahkan di Kudus, misalnya benda-benda hasil kerajinan anyam bambu
sekarang satu persatu mulai punah seiring dasarnya arus zaman.
Caping Kudus
misalnya, simbol kebudayaan masyarakat kota Kudus ini memang sudah
sangat jarang ditemui di tempat-tempat umum, karena benda ini secara
fungsional dapat digantikan dengan benda yang lebih modern seperti
hlnya topi. Sekarang benda ini dapat kita jumpai hanya ketika ada
acara resmi, seperti perayaan 17 Agustus, Upacara kehormatan dan
acara kreasi seni di kota Kudus. Padahal, dulunya benda ini sering
terlihat di sawah ataupun kebun karena mayoritas masyarakat Kudus
dulunya berprofesi sebagai petani. Maka caping adalah satu-satunya
alat bagi masyarakat yang dipakai untuk melindungi diri dari sengatan
matahari. Akibatnya, banyak masyarakat Kudus khususnya di desa Jepang
Pakis yang sebagian besar memanfaatkan peluang bisnis tersebut. Akan
tetapi seiring berjalannya waktu menuju arus modernisasi, benda
tersebut mulai lenyap dari peredarannya.
Demikian pula
dengan barang kerajinan anyam bambu lainnya yang juga bernasib sama
yaitu tempat nasi telah digantikan oleh ceting, ekrak telah
digantikan dengan sampah plastik, tampah telah digantikan oleh nampan
dan masih banyak barang kerajinan anyam bambu yang lainnya. Sehingga
sekarang keberadaan para pengrajin anyam bambu di Kudus turut
berkurang bahkan menghilang. Jika masih ada pasti para lansia yang
masih sabar menekuni kerajinan ini. Keterbatasan kemampuan karena
bertambahnya umur juga menjadi alasan semakin menurunnya
produktifitas mereka sebagai pengrajin.
Bukan karena
perubahan zaman saja yang menyebabkan barang kerajinan anyam kurang
diminati, namun jika dilihat dari harganya, mahalnya barang kerajinan
anyam yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu perbuah, mungkin jadi
alasan bagi masyarakat untuk mengganti barang kerajinan tersebut
dengan barang-barang yang lebih modis dan murah. Selain dari harganya
yang cukup tinggi, waktu yang cukup lama untuk pembuatan barang
kerajinan ini juga turut mempengaruhi antusiasme para pengrajin untuk
memproduksinya.
Upaya
pemerintah kota Kudus, untuk mencoba melestarikan seni anyam inipun
pernah dilakukan juga. Sempat pernah disalah satu sekolah mengadakan
pelatihan seni anyam bambu ini, yang diampu langsung oleh salah satu
pengrajin anyam dari desa Jepang Pakis, Mejobo Kudus. Namun para
siswa yang mengikuti pelatihan tersebut mengaku menyerah karena
mereka tidak ada yang berhasil dengan baik, rata-rata mereka mengeluh
capek karena prosesnya terlalu lama. Dengan demikian, bagaimanapun
usaha pemerintah untuk kembali nguri-nguri budaya bangsa, sementara
anak bangsanya sendiri tidak ada yang berminat sama halnya melakukan
pekerjaan sia-sia.
Jika ditanya
mengenai keberadaan seni kerajinan di Kudus, sudah pasti tumpukan
benda-benda tak bernyawa ini juga memiliki beribu arti yang luar
biasa. Namun ironisnya, kekayaan ini lama kelamaan mulai menghilang
seiring perkembangan zaman.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Keberadaan
Seni Anyam Bambu di Desa Jepang Pakis
Budaya bagian
terpenting dari sebuah kehidupan. Namun sayang, banyak kebudayaan di
kabupaten Kudus ini yang mulai surut dari peredarannya. Salah satunya
adalah kerajinan bambu khas Kudus. Memasuki kawasan desa Jepang
Pakis, hampir sebagian penduduknya berprofesi sebagai pengrajin
kerajinan anyam bambu. Rata-rata mereka membuat bambu-bambu itu untuk
membuat peralatan rumah tangga.
Mulai pagi
menginjak sore, tangan-tangan ulet itu enggan lepas dari anyaman
bambu. Mereka bekerja seolah ingin berkata bahwa desanyalah penghasil
industri kerajinan bambu di kabupaten Kudus. Tetapi suara itu jarang
terdengan sama sekali oleh pemerintah atau orang-orang di
sekelilingnya. Sehingga kerajinan-kerajinan khas Kudus ini sedikit
demi sedikit harus mengikis.
Padahal dulu
barang-barang kerajinan anyam bambu tersebut sempat menjadi primadona
di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sangat mengandalkan barang
kerajinan anyam bambu untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.
Seperti memasak, bertani, berkebun dan beternak, tetapi sekarang
keadaan seperti itu sudah jarang dijumpai. Sebab seiring perkembangan
zaman, barang kerajinan anyam bambu seperti besek, ekrak, kepang dan
anyaman bambu lainnya kini terdesak oleh barang-barang yang berfungsi
sejenis yang terbuat dari plastik yang diolah secara modern.
Hal ini
menunjukkan dampak negatif bagi keberadaan seni anyam bambu di desa
tersebut. Seni anyam bambu yang semula pernah diproduksi di sebuah
pabrik, sekarang menjadi home industry (produksi rumahan). Bahkan
usaha ini semakin memprihatinkan karena home industry tersebut
beroperasi jika ada pesanan saja. Disamping itu, kenaikan harga BBM
membuat pengrajin anyam bambu semakin terpuruk karena harga jual
kerajinannya semakin mahal.
Meski saat
ini masih ada orang-orang yang bisa membuat kerajinan bambu, namun
dikhawatirkan lima sampai enam tahun kedepan, kerajinan ini akan
musnah jika tidak diperhatikan. Selain karena sudah ada barang-barang
produk modern, juga tidak adanya generasi yang nguri-nguri
(menghidupkan) dan meneruskan kerajinan tradisional ini.
B. Pengaruh
Seni Anyam Bambu Terhadap Perekonomian Masyarakat di Desa Jepang
Pakis
Dahulu
kerajinan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis menjadi sumber mata
pencaharian utama dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sebelum adanya
globalisasi, masyarakat di kota Kudus hidup secara tradisional. Semua
peralatan penunjang aktivitasnya sehari-hari menggunakan peralatan
yang berbahan dari alam, salah satunya bambu yang tumbuh subur di
kota Kudus. Sehingga keadaan tersebut memberikan dampakpositif
terhadap kelangsungan kerajinan anyam bambu terutama di desa Jepang
Pakis.
Keadaan ini
sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Karena banyaknya
masyarakat yang membutuhkan barang kerajinan anyam, maka banyak
masyarakat Jepang Pakis yang memanfaatkan keahliannya untuk membuat
barang kerajinan tersebut. Rata-rata penduduk Jepang Pakis mahir
membuat kerajinan anyam bambu, baik tua maupun muda, karena tradisi
seni tersebut diwariskan secara turun temurun.
Sejak saat
itu desa Jepang Pakis menjadi sentral kerajinan seni anyam di Kudus.
Dan perekonomian masyarakat setempat mengalami perubahan drastis.
Sehingga dapat dinyatakan kehidupan masyarakat meningkat saat itu.
Masyarakat merasa mendapat pemasukan tambahan karena barang kerajinan
yang mereka hasilkan banyak yang membutuhkan, sehingga mereka
berlomba-lomba memproduksi barang kerajinan tersebut.
Namun,
keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah adanya globalisasi,
sejalan dengan itu pula peralatan teknologi hadir dengan menawarkan
multi fungsi yang akhirnya membuat orang cenderung untuk hidup instan
dan murah. Mulai saat itulah barang-barang produk modern yang
berbahan plastik yang mempunyai fungsi sejenis beredar di pasaran.
Sehingga kerajinan bambu produksi masyarakat semakin kalah bersaing
dengan produk modern yang diklaim lebih murah dan menyediakan
berbagai modelpilihan.
Akibatnya,
pabrik yang semula kegiatannya memproduksi kerajinan anyam bambu itu
harus gulung tikar. Sebab barang yang diproduksi tidak laku. Maka
sudah dipastikan kerajinan seni anyam yang sempat menjadi sumber
penghidupan utama itu sekarang luntur dan secara otomatis
perekonomian masyarakat menurun.
C. Faktor
Pendukung dan Faktor Penghambat
· Faktor
Pendukung
Ada beberapa
faktor pendukung yang dapat membantu kelestarian seni anyam yang
menjadi salah satu budaya di kota Kudus, diantaranya :
1. Seni
anyam di desa Jepang Pakis diwariskan secara turun temurun
2. Adanya
konsumen yang masih tetap setia dengan barang kerajinan anyam bambu
meskipun sedikit
3. Adanya
kesabaran dan keuletan dalam membuat berbagai barang kerajinan anyam
bambu
4. Adanya
beberapa pengrajin yang bersedia membuka lapangan pekerjaan. Sehingga
memberi peluang bagi masyarakat di sekitar untuk bekerja. (Subadi, 10
Oktober, Jepang Pakis)
· Faktor
Penghambat
Ada beberapa
faktor penghambat yang dapat memberikan dampak negatif dalam proses
produksi kerajinan seni anyam bambu ini, diantaranya:
1. Harga
bambu yang menjadi bahan baku naik tajam sehingga membuat harga jual
kerajinan seni anyam bambu menjadi mahal.
2. Munculnya
produk modern yang menarik perhatian konsumen.
3. Terhambatnya
proses produksi karena pengrajin anyam bambu mengalami keterlambatan
modal.
4. Banyak
pengrajin anyam bambu yang beralih profesi.
5. Barang-barang
kerajinan tergeser kedudukannya sehingga dikhawatirkan kerajinan
tersebut akan punah.
6. tidak
hanya generasi yang nguri-nguri (menghidupkan) dan meneruskan
kerajinan tradisional ini. (Subadi, 10 Oktober, Jepang Pakis)
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian
diatas dapat disimpulkan bahwa :
1. Kemajuan
IPTEK membawa dampak negatif bagi keberadaan seni anyam bambu di desa
Jepang Pakis
2. Sejak
munculnya barang-barang produk modern, barang hasil kerajinan anyam
bambu tergeser dari pasaran sehingga menyebabkan pendapatan
masyarakat mengalami penurunan
3. Harga
bahan baku yang kian melambung tinggi menjadi kendala utama dalam
penyediaan bahan baku.
B. Saran
Dalam uraian
ini penulis ingin mengemukakan beberapa saran. Adapun saran yang
ingin penulis sampaikan antara lain :
1. Untuk
tetap melestarikan seni anyam bambu hendaknya dibentuk sebuah lembaga
desa yang bisa memasarkan hasil produksi anyaman bambu.
2. Bagi
para pengrajin hendaknya berusaha lebih kreatif lagi dalam membuat
anyaman bambu.
1 comments:
terima kasih artikelnya mas, sangat membantu
Post a Comment